Di era digital ini, tidak ada batasan antara realitas dan simulasi. Perkembangan mengenai teknologi informasi dan komunikasi telah melahirkan adanya fenomena hiperealitas, yang dimana realitas digantikan oleh adanya representasi simulasi yang lebih menarik.
Fenomena hiperealitas menimbulkan kekhawatiran yang harus di pikirkan oleh semua orang bahwa hiperealitas akan dapat berkembang menjadi patologi sosial atau penyakit sosial.
Tentunya kebanyakan orang sering bertanya, siapa yang terjebak di dunia hiperealitas? Jika individu sudah terjebak di dunia virtual maka individu itu akan kehilangan koneksi dengan kehidupan realitas yang sebenarnya. Sejak kapan seorang individu dapat terpapar oleh hiperealitas? sebetulnya sejak usia dini seorang individu dapat terpapar oleh fenomena hiperealitas, apalagi anak-anak sekerang yang cenderung setiap hari dikelilingi oleh dunia digital, anak-anak sekarang lebih menyukai bermain game virtual dari pada bermain di lingkungan rumah atau sekolah.
Bagaimana dampak dari hiperealitas? Hiperealitas dapat menyebabkan seseorang kehilangan jati diri dan rasa keingintahuan, mereka akan sangat sulit membedakan antara fakta dan fiksi, dan memiliki ekspetasi yang tidak realistis tentang kehidupan di dunia nyata. Terlalu banyak terpapar oleh dunia virtual akan menimbulkan kecemasan dan depresi pada setiap individu, kemudian individu itu akan menurunkan harga diri dan citra diri mereka. Individu akan sangat sulit untuk lepas dari layar dan mengalami kesulitan dalam beraktivitas di dunia nyata.
Hiperealitas
Apa itu Hiperealitas?
Hiperealitas sendiri merupakan keadaan ketidakmampuan kesadaran manusia untuk membedakan antara kenyataan dan fantasi. Manusia cenderung menyamakan antara dunia nyata dan dunia virtual atau keadaan dimana dunia virtual itu melebihi dunia kenyataan, seperti game virtual.
Dimana fenomena hiperealitas itu dapat muncul? Hiperealitas dapat mucul karena adanya perkembangan teknologi yang terus berkembang. Misalnya dalam game virtual “The Sims”, seseorang pemain yang terlalu terpaku pada game simulasi kehidupan akan merasa nyaman dan terlibat dalam mengatur kehidupan karakter virtualnya daripada menjalani kehidupan nyata. Mereka terlalu meluangkan waktu dan emosi untuk membaangun kehidupan virtual yang sempurna, sampai lupa akan tanggung jawab dan interaksi sosial di dunia nyata.
Contoh lainya pada sosial media, individu akan mereasa hebat jika ia memiliki pengikut yang banyak dan memiliki penggemar di media sosial, sehingga mereka akan merasa bahwa dirinya seprti selebriti dan ia akan menuntut dihormati setiap kali ia pergi. Fenomena tersebut dapat menyebabkan individu terjebak dalam fantasi yang diciptakan di dunia maya dan akan kehilangan koneksi dengan realitas yang sebenarnya.
Dalam kedua contoh tersebut dapat menyebabkan pemain dan pengguna kehilangan keseimbangan antara kehidupan nyata dan dunia virtual, yang pada giliranya akan berdampak pada kesejahteraan mental dan emosi mereka. Pada masa kini kita akan semakin tergantung pada media sosial, karena dapat mempengaruhi individu dalam mencari identitas diri. Individu akan lebih fokus pada citra yang mereka ciptakan di dunia maya daripada di kehidupan yang nyata. Mereka ingin mencoba memperlihatkan kesempurnaan dan kebahagiaan melalui foto dan video yang mereka bagikan di media sosial, meskipun itu hanya sebulah fatamorgana. Hal tersebut dapat menyebabkan individu merasa terputus dari identitas asli mereka dan mengalami kesenjangan antara kepribadian di dunia maya dan dunia nyata.
Mengapa hiperealitas di kategorikan sebagai patolgi sosial?
Hiperealitas dapat dikategorikan sebagai patologi sosial karena dapat menyebabkan gangguan atau ketidakseimbangan dalam fungsi sosial dan kesejahteraan individu di dalam masyarakat. Ketika individu terlalu terpaku pada dunia maya yang dia ciptakan melalui media sosial mereka akan kehilangan realitas sebenarnya atau akan kehilangan jati diri mereka. Hal tersebut dapat menyebabkan masalah seperti depresi, kecemasan, menutup diri, pendiam, introvert, dll. Dampak negatif dari hiperealitas dapat mengganggu produktivitas seseorang untuk beradaptasi dengan tantangan di kehidupan nyata dan terhadap realitas sehari-hari. Oleh karena itu, hiperealitas dianggap sebagai patologi sosial karena dapat merusak kesejahteraan dan hubungan sosial seseorang.
Hiperealitas terbentuk melalui komunikasi virtual yang nantinya akan membentuk pengalaman serta kejadian yang sesungguhnya. Hiperealitas dapat memberikan dampak negatif, seperti kehilangan jati diri, kehilangan pemahaman antara kehidupan nyata dan dunia maya, dan mengabaikan kebenaran yang terjadi. Kesadaran dan resiko hiperealitas sangat penting, kita sangat memperlukan langkah-langkah untuk membatasi paparan terhadap dunia maya, kita juga perlu memprioritaskan keseimbangan antara kehidupan nyata dan kehidupan digital. Namun dapat di ingat bahwa tidak semua pengguna media sosial terpengaruh oleh hiperealitas.
This post was created with our nice and easy submission form. Create your post!