Teori Simulacra berasal dari karya Jean Baudrillard yang berjudul “Simulacra and Simulations”. Simulacra merupakan tindakan yang melebihi nyata. Jean Baudrillard berpendapat bahwa dalam budaya kontemporer, dunia telah dipenuhi dengan Simulacra. Di mana tanda dan simbol itu telah kehilangan kaitannya dengan realitas yang mereka wakili. Dalam Simulacra, secara esensial manusia itu tidak ada dalam kehadiran realitas sesungguhnya tetapi selalu berpikir berimajinasi dan ada pada delusi dalam melihat realitas di ruang tempat mekanisme simulasi berlangsung. keadaan ini membuat jarak antara kebenaran dan kepalsuan realitas terasa jauh dan memiliki kesamaan. Dalam dunia simulasi, yang menjadi gambaran suatu realitas adalah model manipulasi, pada kenyataan yang sesungguhnya Simulacra yang dimaksud untuk mengontrol masyarakat dengan cara yang halus yaitu menipu dan mempercayai bahwa simulasi itu adalah kenyataan yang sesungguhnya sehingga masyarakat menjadi tergantung terhadap simulasi dan posesif terhadapnya. Dan pada akhirnya manusia menjadi tidak sadar akan hadirnya simulasi ini.
Ada empat fase dalam konsepsi simulacra yaitu :
- Simulacra tahap pertama : Tahap pertama yaitu tentang realitas yang mendalam. Ini seperti salinan dari realitas yang bisa diterima keaslian dari tanda tersebut yang mencerminkan realitas secara akurat, contohnya seperti rekaman video, foto yang belum diedit.
- Simulacra tahap kedua: Pada tahap ini, tanda mulai menyimpang dan mengubah realitas yang tidak lagi merupakan salinan persis dari aslinya. Contohnya film yang menampilkan kehidupan yang realitas tetapi mungkin telah diedit atau disajikan dengan cara tertentu untuk mempengaruhi penonton.
- Simulacra tahap ketiga : Di tahap ini, tanda yang mulai meniru realitas dan hanya sekedar salinan dimana acuan aslinya tidak ada.contohnya yaitu simulasi kebakaran.
- Simulacra tahap keempat : Di tahap terakhir, tanda ini mulai menggantikan realitas secara total yang dimana tidak ada hubungannya dengan kenyataannya. Contoh nya seperti video game virtual, yang dimana semua orang bisa mengubah identitasnya dari realitas di dalam video game tersebut.
Cyberspace (ruang maya) sendiri didefinisikan sebagai sebuah ruang yang di dalamnya dapat menciptakan dan mengubah peran, identitas, dan konsep diri sesuai dengan keinginannya. Cyberspace merujuk pada cara di mana pengalaman digital kita seperti interaksi online, game, media sosial, dan bahkan pembelian online menciptakan simulasi yang dapat menggantikan realitas fisik. Perkembangan teknologi dan dunia virtual menurut Jean Baudrillard sudah menjadi bagian dari sistem kehidupan manusia. Seperti halnya peralatan canggih komputer, internet, atau iklan yang telah mampu membuat sebuah realitas dan bernostalgia dengan masa lalu. Semua yang diciptakan itu mampu memproduksi kenyataan dunia baru yang sesungguhnya itu adalah sekedar fantasi, ilusi dan halusinansi sehingga terlihat seperti sebuah realitas sungguhan. Beberapa aspek yang dijelaskan dalam Cyberspace Simulacra yaitu:
- Identitas Digital : Di dalam dunia maya, sering kali kita memiliki identitas digital yang dapat berbeda dari identitas asli kita. Ini dapat mencakup profil media sosial, avatar dalam game, atau bahkan representasi visual diri kita dalam platform Virtual Reality.
- Interaksi Online : Interaksi di dunia maya terkadang terasa lebih abstrak dan distorsi daripada interaksi langsung. Masyarakat mampu secara instan dimanapun dan kapanpun untuk melakukan komunikasi memalui jejaring sosial yang sering digunakan tersebut. Hal ini dikarena kita sering kali hanya berinteraksi dengan representasi digital dari orang lain, yang dapat disesuaikan atau bahkan sepenuhnya palsu.
- Pasar Digital : Dunia online juga menciptakan pasar digital, di mana produk dan layanan ditawarkan dan diperdagangkan. Namun, produk tersebut sering kali hanya gambaran digital dari barang fisik atau bahkan produk virtual yang tidak memiliki keberadaan fisik.
- Realitas Virtual : Dengan teknologi seperti virtual reality (VR), kita dapat memasuki lingkungan yang sepenuhnya virtual, yang diciptakan secara digital dan dapat merasakan pengalaman yang tampak nyata. Fenomena ini menjadi budaya konsumsi citra yang ditawarkan oleh media massa. Simulasi yang ditampilkan membuat masyarakat menjadi terpurung. Masyarakat di giring pada kenyataan realitas yang palsu yang diciptakan oleh simulasi. Realitas yang bukan keadaan sebenarnya yang kemudian dicitrakan dalam bentuk realitas yang mendeterminasikan kesadaran masyarakat. Namun, realitas ini hanya simulasi yang dibuat oleh komputer dan tidak memiliki keterkaitan langsung dengan realitas fisik.
This post was created with our nice and easy submission form. Create your post!